Oleh: Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam
perspektif kebijaksanaan, pemerintah daerah dituntut benar-benar mampu
memanfaatkan secara maksimal pengelolaan sumberdaya yang bersifat spesifik
lokasi. Sebagai bahan dalam perencanaan pembangunan di tingkat
Propinsi/kabupaten diperlukan analisis potensi wilayah baik dalam aspek
biofisik maupun sosial ekonomi Dalam rangka memanfaatkan potensi tersebut peran
serta masyarakat secara partisipatif perlu didorong dan dikembangkan. Dengan
adanya dukungan data dan informasi yang akurat seperti tersebut diatas
diharapkan dua fokus kebijaksanaan pembangunan pertanian yang ditempuh
pemerintah dalam periode lima tahun ke depan yaitu mengembangkan sistem
ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman bahan pangan, kelembagaan dan
budaya lokal; dan mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan
membangun keunggulan kompetitif produk daerah berdasarkan kompetensi dan
keunggulan komparatif sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah yang
bersangkutan dapat tercapai.
Penentuan komoditas unggulan nasional dan
daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada
konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komperatf dan kompetitif dalam
menghadapi globalisasi perdagangan.
Berbagai
pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi
komoditas unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam
kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan. Setiap pendekatan memiliki
kelebihan dan kelemahannya, sehingga dalam memilih metode analisis untuk
menentukan komoditas unggulan ini perlu dilakukan secara hati-hati dan
bijaksana. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menginisiasi
komoditas unggulan adalah metode Location Quotient (LQ).
BAB
II
KERANGKA
TEORITIS
Pembangunan
pertanian di Indonesia ke depan menurut Supena dan Syafa’at (2000), harus
selalu diarahkan agar mampu memanfaatkan secara maksimal keunggulan sumberdaya
wilayah secara berkelanjutan. Oleh karena itu kebijaksanaan pembangunan pertanian
mesti dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Pembangunan pertanian dalam
konteks ekonomi wilayah semakin relevan dengan berlakunya UU nomor 22 dan nomor
25 tahun 1999, yang kemudian dijabarkan dalam PP nomor 2 tahun 2000. Hal ini
berarti bahwa pemerintah pusat hanya berperan dalam merancang perencanaan yang
bersifat makro, sedangkan pemerintah daerah merancang pelaksanaan pencapaian
target sesuai dengan kondisi wilayah.
Metode
LQ untuk menidentifikasi komoditas unggulan diakomodas dari Miller & Wright
( 1991). Menurut Handewi Rachman, (2003) yang dimaksud komoditas unggulan
adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di
suatu wilayah. Posisi strategis ini didasarkan pada pertimbangan teknis
(kondisi tanah dan iklim), sosial ekonomi dan kelembagaan. Penentuan ini
penting dengan pertimbangan bahwa ketersediaan dan kapabilitas sumberdaya
(alam, modal dan manusia) untuk menghasilkan dan memasarkan semua komoditas
yang dapat diproduksi di suatu wilayah secara simultan relatif terbatas. Disisi
lain pada era pasar bebas saat ini baik ditingkat pasar lokal, nasional maupun
global hanya komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan
sosial ekonomi serta mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif yang akan
mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama dari wilayah
lain. Secara lebih sederhana yang dimaksud komoditas unggulan adalah komoditas
yang layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani baik secara
biofisik, sosial dan ekonomi. Komoditas tertentu dikatakan layak secara
biofisik jika komoditas tersebut diusahakan sesuai dengan zon agroekologi, layak
secara sosial jika komoditas tersebut memberi peluang berusaha, bis dilakukan
dan diterima oleh masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga
kerja. Sedangkan layak secara ekonomi artinya komoditas tersebut menguntungkan.
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan adalah
dengan metode Location Quotient (LQ) yang merupakan suatu pendekatan tidak
langsung untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non
basis.
BAB
III
PEMBAHASAN
2.1 Location Quotient
Location
Quotient (LQ) adalah :
Ø
Suatu perbandingan
tentang besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan
sektor tersebut secara nasional
Ø
Suatu indeks untuk
membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktifitas
tersebut dalam total aktifitas wilayah
Ø
Alat yang
digunakan untuk menentukan sektor basis atau sektor bukan basis dalam struktur
perekonomian
2.2
Kelebihan dan Keterbatasan Metode LQ
Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan keterbatasssan demikian
halnya dengan metode yang satu ini yakni metode location quotient. Kelebihan
yang di milii dari metode ini yakni dalam hal mengidentifikasi komoditi
unggulan dan sangat sederhana. Di samping itu juga metode ini memiliki
keterbatasan yakni dalam hal akurasi data, dimana metode ini sangat sederhana
dalam hal pendekatannya sehingga hasil yang di peroleh tidak begitu bermanfaat
jika datanya tidak valid. Selain itu metode ini pada saat menentukan batasan
wilayah yang akan di kaji terkadang acuannya tidak begitu jelas. Misalnya
wilayah provinsi yang diduga memiliki keunggulan sektor non basis , namun yang
muncul kepermukaan adalah sektor basis.
2.3 Metode Analisis
Pemilihan komoditas unggulan dilakukan dengan
menggunakan analisis komparatif produksi dengan menggunakan metode ’Location Quotient/LQ’.
Metode LQ ini merupakan perbandingan antara pangsa relatif produksi komoditas
‘i’ pada tingkat Provinsi terhadap total produksi di Provinsi tersebut dengan
pangsa relatif produksi komoditas ‘i’ pada
tingkat
nasional
terhadap total produksi di tingkat nasional.
Jika ingin dijabarkan sampai ketingkat kabupaten berarti komoditas ‘i’ pada
tingkat kabupaten dibandingkan dengan total produksi di kabupaten tersebut
kemudian dibandingkan lagi dengan produksi komoditas ‘i’ pada tingkat Provinsi
terhadap total produksi di tingkat Provinsi, demikian seterusnya.
Dilakukan analisis data sekunder (series 2002 -
2006) dari Badan Pusat Statistik (BPS) meliputi data produksi, luas panen, luas
tanaman belum menghasilkan, luas tanaman menghasilkan, tanaman tua/rusak.
Produksi dijadikan indikator utama dalam perhitungan LQ, karena produksi suatu
komoditas adalah resultan akhir dari semua proses sistem budidaya. Jika
produksi suatu komoditas tinggi dan cenderung meningkat setiap tahun, maka
diasumsikan bahwa komoditas tersebut sangat diminati oleh masyarakat sehingga berdampak
pada peningkatan pendapatan secara nyata. Minat yang tinggi terhadap suatu
komoditas ini tentunya akan diikuti dengan perawatan yang lebih baik dibanding
komoditas lain yang produksinya lebih rendah.
Formula yang bisa di gunakan untuk menghitung nilai
LQ yakni sebagai berikut:
LQ
= pi/pt
Pi/Pt
Secara lebih sederhana perhitungan LQ menurut Hendayana.
R (2003) dapat diformulasikan sebagai berikut :
pi
= Produksi komoditas ‘i’ pada tingkat kabupaten atau kota
pt
= Produksi total kelompok komoditas pada tingkat kabupaten
Pi
= Produksi komoditas ‘i’ pada tingkat Provinsi
Pt
= Produksi total kelompok komoditas pada tingkat Provinsi
Kriteria
:
LQ
> 1 : Sektor basis artinya
komoditas i disuatu wilayah memiliki keunggulan komparatif
LQ
= 1 : Sektor non basis, artinya
komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan, produksinya hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri
LQ
< 1 : Sektor non basis,
artinya komoditas i disuatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri
sehingga perlu pasokan dari luar
Penjelasan
:
Semakin tinggi nilai LQ sektor disuatu wilayah,
semakin tinggi potensi keunggulan sektor tersebut. Perbandingan komparatif ini
tentu saja belum cukup memadai untuk mengambil keputusan komoditas mana yang
ditetapkan sebagai prioritas pengembangan di Kabupaten Buru. Sehingga diperlukan
analisis lanjutan dengan cara menyeleksi komoditas-komoditas mana yang memiliki
kecenderungan lebih baik dibanding komoditas yang lain. Prioritas pengembangan
diberikan pada komoditas unggulan spesifik daerah yang mempunyai potensi dan
peluang memperoleh gains tertinggi. Komoditas dengan nilai skoring terkecil mencerminkan
prioritas paling tinggi.
Penentuan
prioritas dilakukan dengan analisis trend. Indikator indikator yang digunakan
yaitu :
(a)
trend luas tanam
(b)
Trend luas panen
(c)
Trend tanaman muda (belum menghasilkan)
(d)
Trend tanaman tua/rusak
(e)
Trend produksi
(f)
Trend produktivitas
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Metode Lq sebagai salah satu pendekatan
ekonomi basis, relevan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk
mengidentifikasi penyebaran komoditas pertanian. Dalam hai ini komoditass yang
memiliki nilai LQ > 1 dianggap memiliki keunggulan komparatif karena
tergolong basis. Komoditas pertanian yang tergolong basis dan memiliki sebaran
wilayah paling luass menjadi salah satu indikator komoditas unggulan nasional.
2.
Metode LQ memiliki kelebihan dalam hal
penyelesaiannya yang mudah dilakukan, akan tetapi juga memiliki keterbatasan
terutama bila menyangkut deliniasi wilayah yang acuannya tidak jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Hendayana,
Rachmat. . Aplikasi metode location quotient (LQ) dalam penentuan komoditas
unggulan nasional.(http://www.google.com/ RachmadH-211103.fm)
Miller,
M.,M, J.L.Gibson, & G.N.Wright. 1991. Location Quetient Basis Tool For
Ekonomic Development Analysis Economic Development Review, 9 (2);65.
Syafaat,
N dan Supena Friyatno. 2000. Analisis Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Kesempatan
Kerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian Di Wilayah Sulawesi:
Pendekatan Input-Output, Ekonomi Dan Keungan Indonesia, Vol, XLVIII No.4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar