Selasa, 24 April 2012

Perencanaan Pembangunan Wilayah Pertanian “Location Quotient”

Oleh: Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam perspektif kebijaksanaan, pemerintah daerah dituntut benar-benar mampu memanfaatkan secara maksimal pengelolaan sumberdaya yang bersifat spesifik lokasi. Sebagai bahan dalam perencanaan pembangunan di tingkat Propinsi/kabupaten diperlukan analisis potensi wilayah baik dalam aspek biofisik maupun sosial ekonomi Dalam rangka memanfaatkan potensi tersebut peran serta masyarakat secara partisipatif perlu didorong dan dikembangkan. Dengan adanya dukungan data dan informasi yang akurat seperti tersebut diatas diharapkan dua fokus kebijaksanaan pembangunan pertanian yang ditempuh pemerintah dalam periode lima tahun ke depan yaitu mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal; dan mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan membangun keunggulan kompetitif produk daerah berdasarkan kompetensi dan keunggulan komparatif sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah yang bersangkutan dapat tercapai.
 Penentuan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komperatf dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan.
Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan. Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahannya, sehingga dalam memilih metode analisis untuk menentukan komoditas unggulan ini perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menginisiasi komoditas unggulan adalah metode Location Quotient (LQ).


BAB II
KERANGKA TEORITIS

Pembangunan pertanian di Indonesia ke depan menurut Supena dan Syafa’at (2000), harus selalu diarahkan agar mampu memanfaatkan secara maksimal keunggulan sumberdaya wilayah secara berkelanjutan. Oleh karena itu kebijaksanaan pembangunan pertanian mesti dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Pembangunan pertanian dalam konteks ekonomi wilayah semakin relevan dengan berlakunya UU nomor 22 dan nomor 25 tahun 1999, yang kemudian dijabarkan dalam PP nomor 2 tahun 2000. Hal ini berarti bahwa pemerintah pusat hanya berperan dalam merancang perencanaan yang bersifat makro, sedangkan pemerintah daerah merancang pelaksanaan pencapaian target sesuai dengan kondisi wilayah.
Metode LQ untuk menidentifikasi komoditas unggulan diakomodas dari Miller & Wright ( 1991). Menurut Handewi Rachman, (2003) yang dimaksud komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Posisi strategis ini didasarkan pada pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim), sosial ekonomi dan kelembagaan. Penentuan ini penting dengan pertimbangan bahwa ketersediaan dan kapabilitas sumberdaya (alam, modal dan manusia) untuk menghasilkan dan memasarkan semua komoditas yang dapat diproduksi di suatu wilayah secara simultan relatif terbatas. Disisi lain pada era pasar bebas saat ini baik ditingkat pasar lokal, nasional maupun global hanya komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif yang akan mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama dari wilayah lain. Secara lebih sederhana yang dimaksud komoditas unggulan adalah komoditas yang layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani baik secara biofisik, sosial dan ekonomi. Komoditas tertentu dikatakan layak secara biofisik jika komoditas tersebut diusahakan sesuai dengan zon agroekologi, layak secara sosial jika komoditas tersebut memberi peluang berusaha, bis dilakukan dan diterima oleh masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Sedangkan layak secara ekonomi artinya komoditas tersebut menguntungkan. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan adalah dengan metode Location Quotient (LQ) yang merupakan suatu pendekatan tidak langsung untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis.


BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Location Quotient
Location Quotient (LQ) adalah :
Ø  Suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional
Ø  Suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah
Ø  Alat yang digunakan untuk menentukan sektor basis atau sektor bukan basis dalam struktur perekonomian
2.2 Kelebihan dan Keterbatasan Metode LQ

Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan keterbatasssan demikian halnya dengan metode yang satu ini yakni metode location quotient. Kelebihan yang di milii dari metode ini yakni dalam hal mengidentifikasi komoditi unggulan dan sangat sederhana. Di samping itu juga metode ini memiliki keterbatasan yakni dalam hal akurasi data, dimana metode ini sangat sederhana dalam hal pendekatannya sehingga hasil yang di peroleh tidak begitu bermanfaat jika datanya tidak valid. Selain itu metode ini pada saat menentukan batasan wilayah yang akan di kaji terkadang acuannya tidak begitu jelas. Misalnya wilayah provinsi yang diduga memiliki keunggulan sektor non basis , namun yang muncul kepermukaan adalah sektor basis.

2.3 Metode Analisis

Pemilihan komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan analisis komparatif produksi dengan menggunakan metode ’Location Quotient/LQ’. Metode LQ ini merupakan perbandingan antara pangsa relatif produksi komoditas ‘i’ pada tingkat Provinsi terhadap total produksi di Provinsi tersebut dengan pangsa relatif produksi komoditas ‘i’ pada tingkat nasional terhadap total produksi di tingkat nasional. Jika ingin dijabarkan sampai ketingkat kabupaten berarti komoditas ‘i’ pada tingkat kabupaten dibandingkan dengan total produksi di kabupaten tersebut kemudian dibandingkan lagi dengan produksi komoditas ‘i’ pada tingkat Provinsi terhadap total produksi di tingkat Provinsi, demikian seterusnya.
Dilakukan analisis data sekunder (series 2002 - 2006) dari Badan Pusat Statistik (BPS) meliputi data produksi, luas panen, luas tanaman belum menghasilkan, luas tanaman menghasilkan, tanaman tua/rusak. Produksi dijadikan indikator utama dalam perhitungan LQ, karena produksi suatu komoditas adalah resultan akhir dari semua proses sistem budidaya. Jika produksi suatu komoditas tinggi dan cenderung meningkat setiap tahun, maka diasumsikan bahwa komoditas tersebut sangat diminati oleh masyarakat sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan secara nyata. Minat yang tinggi terhadap suatu komoditas ini tentunya akan diikuti dengan perawatan yang lebih baik dibanding komoditas lain yang produksinya lebih rendah.
 Formula yang bisa di gunakan untuk menghitung nilai LQ yakni sebagai berikut:

      
    LQ = pi/pt
              Pi/Pt
 
Secara lebih sederhana perhitungan LQ menurut Hendayana. R (2003) dapat diformulasikan sebagai berikut :
pi = Produksi komoditas ‘i’ pada tingkat kabupaten atau kota
pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat kabupaten
Pi = Produksi komoditas ‘i’ pada tingkat Provinsi
Pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat Provinsi

Kriteria :
LQ > 1            : Sektor basis artinya komoditas i disuatu wilayah memiliki keunggulan komparatif
LQ = 1            : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan, produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri
LQ < 1            : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar
Penjelasan :
Semakin tinggi nilai LQ sektor disuatu wilayah, semakin tinggi potensi keunggulan sektor tersebut. Perbandingan komparatif ini tentu saja belum cukup memadai untuk mengambil keputusan komoditas mana yang ditetapkan sebagai prioritas pengembangan di Kabupaten Buru. Sehingga diperlukan analisis lanjutan dengan cara menyeleksi komoditas-komoditas mana yang memiliki kecenderungan lebih baik dibanding komoditas yang lain. Prioritas pengembangan diberikan pada komoditas unggulan spesifik daerah yang mempunyai potensi dan peluang memperoleh gains tertinggi. Komoditas dengan nilai skoring terkecil mencerminkan prioritas paling tinggi.
 Penentuan prioritas dilakukan dengan analisis trend. Indikator indikator yang digunakan yaitu :
(a) trend luas tanam
(b) Trend luas panen
(c) Trend tanaman muda (belum menghasilkan)
(d) Trend tanaman tua/rusak
(e) Trend produksi
(f) Trend produktivitas

                                                                                        
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.         Metode Lq sebagai salah satu pendekatan ekonomi basis, relevan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi penyebaran komoditas pertanian. Dalam hai ini komoditass yang memiliki nilai LQ > 1 dianggap memiliki keunggulan komparatif karena tergolong basis. Komoditas pertanian yang tergolong basis dan memiliki sebaran wilayah paling luass menjadi salah satu indikator komoditas unggulan nasional.
2.         Metode LQ memiliki kelebihan dalam hal penyelesaiannya yang mudah dilakukan, akan tetapi juga memiliki keterbatasan terutama bila menyangkut deliniasi wilayah yang acuannya tidak jelas.


DAFTAR PUSTAKA


Hendayana, Rachmat. . Aplikasi metode location quotient (LQ) dalam penentuan komoditas unggulan nasional.(http://www.google.com/ RachmadH-211103.fm)
Miller, M.,M, J.L.Gibson, & G.N.Wright. 1991. Location Quetient Basis Tool For Ekonomic Development Analysis Economic Development Review, 9 (2);65.
Syafaat, N dan Supena Friyatno. 2000. Analisis Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Kesempatan Kerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian Di Wilayah Sulawesi: Pendekatan Input-Output, Ekonomi Dan Keungan Indonesia, Vol, XLVIII No.4



Tidak ada komentar:

Posting Komentar